Agama Islam adalah satu-satunya agama yang mudah dan sempurna. Agama yang mencakup segala aspek kehidupan manusia baik duniawi ataupun ukhrawi. Agama Islam juga mengatur segala urusan seorang hamba, mulai dari urusan yang paling besar hingga urusan yang dianggap sepele.
Di antara masalah yang dianggap sepele oleh kebanyakan kaum muslimin adalah masalah buang hajat. Padahal kalau seseorang ingin mengetahui, niscaya dia akan mendapatkan masalah ini adalah masalah yang mendapat sorotan sekaligus perhatian yang sangat besar dalam agama Islam.
Pernah suatu ketika dikatakan kepada sahabat Salman Al Farisi Rodhiyallaahu ‘anhu: “Sungguh nabi kalian mengajarkan segala sesuatu sampai masalah buang hajat, ‘Maka Salman menjawab: ‘Benar sungguh beliau Sholallaahu ‘alaihi wa sallam melarang kami ketika buang hajat dari menghadap kiblat, beristinja’ dengan tangan kanan, beristinja’ kurang dari tiga buah batu, serta beristinja’ dengan kotoran dan tulang” (Riwayat Muslim, Ibnu Majah, At-Tirmizi dan Abu Daud).
Bahkan Islam memperingatkan orang yang tidak menjaga kebersihan dan kesucian saat buang air kecil dengan adzab kubur, sebagaimana yang diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas Rodhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Nabi Sholallaahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda, “Mereka berdua benar-benar sedang disiksa, dan keduanya tidaklah disiksa karena dosa besar, salah seorang di antara keduanya tidak cebok ketika buang air dan yang lainnya suka menyebarkan kata-kata untuk mengadu domba,” lalu Nabi mengambil pelepah kurma yang masih basah dan membelahnya menjadi dua bagian lalu beliau menancapkan satu bagian pada masing-masing kuburan, para sahabat bertanya: Wahai Rosulullah, mengapa engkau lakukan hal itu? beliau menjawab: “Semoga itu bisa meringankan siksa dari keduanya selama pelepah itu belum mengering.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Namun, sungguh sangat disayangkan, sebagian kaum muslimin sembarangan saat buang hajat dan tidak beristinja’ (cebok) hingga badan dan pakaiannya terkena najis, hingga sholat mereka tidak sah, karena salah satu syarat sahnya sholat seseorang adalah bebas dari hadats dan najis.
Karenanya, bagaimanakah tuntunan agama Islam yang benar dalam masalah buang hajat? Agar ia dapat menjaga diri dari najis?
Di sini, kami akan sedikit memaparkan etika membuang hajat dalam tiga pembahasan:
Pertama: Hal-hal yang harus diperhatikan oleh orang yang hendak buang hajat.
1. Hendaknya ia mencari tempat yang sepi dari manusia dan jauh dari penglihatan mereka.
Dari Jabir Rodhiyallaahu ‘anhu berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah Sholallaahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan safar, dan jika Rasulullah Sholallaahu ‘alaihi wa sallam hendak buang air besar, maka beliau pergi hingga tidak dilihat oleh siapapun” (Riwayat Ibnu Majah dan Abu Daud)
2. Tidak membawa masuk sesuatu yang di dalamnya terdapat tulisan seperti halnya mushaf (Al-Qur’an), karena diriwayatkan bahwa Rasulullah Sholallaahu ‘alaihi wa sallam mengenakan cincin yang ada tulisan “Rasulullah” namun jika masuk WC beliau melepasnya. (Riwayat At-Tirmizi dan ia menshahihkannya)
3. Disunnahkan bagi orang yang hendak masuk WC membaca doa:
“Bismillaahi Allaahumma inni ‘audzubika minal khubutsi wal khobaits”
“Dengan nama Allah sesungguhnya aku berlindung kepada Mu dari syetan laki-laki dan syetan wanita”
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah Sholallaahu ‘alaihi wa sallam selalu membaca doa di atas jika hendak masuk WC.
4. Disunnahkan mendahulukan kaki kiri ketika masuk WC.
5. Hendaknya tidak mengangkat pakainnya sampai dekat dengan tanah.
Dari Ibnu Umar Rodhiyallaahu ‘anhu: “Bahwasanya Nabi Sholallaahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak buang hajat beliau tidak mengangkat pakainnya sampai dekat dengan tanah” (Riwayat Abu Daud dan At-Tirmidzi)
6. Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang air kecil atau besar, karena Rasulullah Sholallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya ketika buang air besar atau kecil.” (Muttafaq ‘Alaih)
7. Haram hukumnya membuang hajat di jalan yang dilalui manusia atau di tempat berteduh mereka.
Dari Abu Hurairah Rodhiyallaahu ‘anhu bahwasanya Nabi Sholallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Takutlah kalian terhadap dua hal yang mendatangkan laknat, para sahabat bertanya: “Apa dua hal yang dapat mendatangkan laknat itu wahai Rasulullah”? beliau menjawab: “Yaitu orang yang buang hajat dijalanan manusia atau ditempat berteduh mereka.” (Riwayat Muslim dan Abu Daud)
8. Diharamkan buang air kecil di air yang menggenang (tidak mengalir)
Dari Jabir Rodhiyallaahu ‘anhu dari Nabi Sholallaahu ‘alaihi wa sallam, “Bahwasanya beliau melarang buang air kecil ditempat tergenangnya air.” (Riwayat Muslim)
Kedua: tentang Istinja’ (cebok):
1. Wajibnya beristinja’ (cebok) dari buang air kecil
Dari Ibnu Abbas Rodhiyallaahu ‘anhu Bahwa Nabi Sholallaahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati dua buah kubur kemudian bersabda, “Mereka berdua benar-benar sedang disiksa, dan keduanya tidaklah disiksa karena dosa besar. Salah seorang diantara keduanya tidak melindungi diri ketika buang air dan lainnya suka menyebarkan kata-kata untuk mengadu domba.” (Muttafaqun ‘Alaih)
2. Tidak beristinja’ dengan tangan kanan serta tidak boleh menyentuh kemaluan dengan tangan kanan, karena Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah salah seorang dari kalian menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan dan tidak cebok dari WC (buang air besar) dengan tangan kanan.” (Muttafaq ‘Alaih)
3. Diperbolehkan cebok dengan air atau batu ataupun semisalnya, sedangkan air lebih utama. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas bin Malik Rodhiyallaahu ‘anhu, dia berkata:
“Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk kakus (WC), lalu aku dan anak muda sebayaku membawakan kantong kulit berisi air dan tombak kecil, lalu beliau membersihkan kotoran dengan air.” (Muttafaq ‘Alaih)
Aisyah Rodhiyallaahu ‘anha bertutur, Rasulullah Sholallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian hendak pergi ketempat buang hajat (kakus) maka pergilah dengan membawa tiga batu, lalu bersihkanlah kotoran dengannya karena itu sudah mencukupinya.” (Riwayat An-Nasa’i dan Abu Daud)
4. Melakukan istinja’ (cebok) dengan ganjil, misalnya beristinja’ dengan tiga buah batu. Jika merasa belum bersih, maka dengan lima buah batu, karena Salman Rodhiyallaahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Sholallaahu ‘alaihi wa sallam melarang kami menghadap kiblat ketika buang air besar atau kecil, atau kami beristinja’ dengan tangan kanan, atau kami beristinja’ dengan batu kurang dari tiga, atau kami beristinja’ dengan kotoran hewan dan tulang.” (Riwayat Muslim)
5. Tidak beristinja’ dengan kotoran hewan dan tulang, karena Rasulullah Sholallaahu ‘alaihi wa salam bersabda:
“Janganlah kalian beristinja’ dengan kotoran hewan dan tulang, karena keduanya adalah bekal makanan saudara-saudara kalian dari kalangan jin.” (Muttafaq ‘Alaih)
Juga tidak beristinja’ dengan apa saja yang didalamnya terdapat manfaat, seperti pohon rami yang bisa digunakan, atau daun dan lain sebagainya. Juga tidak beristinja’ dengan sesuatu yang bernilai, seperti sesuatu yang dimakan, karena meniadakan sesuatu yang berguna itu haram hukumnya.
6. Jika ingin menggunakan air dan batu, maka terlebih dahulu menggunakan batu kemudian air. Jika cukup dengan salah satunya maka diperbolehkan, hanya saja air itu lebih baik. Karena ‘Aisyah Rodhiyallaahu ‘anha berkata, “Perintahkan suami-suami kalian beristinja’ dengan air, karena aku malu kepada mereka, dan karena Rasulullah Sholallaahu ‘alaihi wa sallam terbiasa berbuat seperti itu.” (Riwayat At-Tirmidzi dan ia menshahihkannya)
Ketiga: Pasca buang hajat.
1. Keluar dari kakus (WC) dengan mendahulukan kaki kanan, karena Rasulullah Sholallaahu ‘alaihi wa sallam membiasakan berbuat seperti itu.
2. Membaca doa:
“Ghufroonaka”
“Ya Allah ampunilah aku.”
Dari ‘Aisyah Rodhiyallaahu ‘anhu berkata: “Adalah Rasulullah Sholallaahu ‘alaihi wa sallam apabila keluar dari WC beliau membaca doa: ‘Ghufroonaka’ (Ya Allah ampunilah aku). (Riwayat Abu Daud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Itulah etika buang hajat yang diajarkan oleh Islam yang mencintai kebersihan dan kesucian. Dan Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri.” (Al Baqarah: 222)
Dalam ayat ini terdapat syariat thaharah (kebersihan) secara absolut (mutlak), karena Allah Subhanahu wa ta’ala menyukai orang yang tersifati dengannya, dan juga karena bersuci merupakan syarat sahnya shalat, thawaf dan bolehnya memegang mushaf.
~Disalin dari: Majalah El Fata Edisi 04 Volume 7 Tahun 2007 Hal. 25-27~